๐ข๐น๐ฒ๐ต: [๐๐ฏ๐ป๐ ๐๐ฏ๐ฑ๐ถ๐น๐น๐ฎ๐ต ๐๐น-๐๐ฎ๐๐ถ๐ฏ๐ถ๐, ๐ฎ๐ฒ ๐ ๐ฒ๐ถ ๐ฎ๐ฌ๐ฎ๐ฑ]
Di tengah semakin maraknya praktik ruqyah dan kesadaran umat terhadap bahaya sihir, kesurupan, dan gangguan jin, satu isu justru menimbulkan perdebatan tajam di kalangan para praktisi: ๐ฒ๐ธ๐๐ถ๐๐๐ฒ๐ป๐๐ถ ๐ด๐ฎ๐ป๐ด๐ด๐๐ฎ๐ป ๐๐๐ธ๐บ๐ฎ. Segelintir praktisi menolak konsep ini, menyebutnya sebagai istilah yang tidak syarโi, bahkan menganggapnya bagian dari tahayul atau warisan kepercayaan mistik Jawa. Lebih ekstrem lagi, ada yang menyerukan agar mereka yang mempercayai gangguan sukma ๐ฏ๐ฒ๐ฟ๐๐ฎ๐๐ฏ๐ฎ๐, seolah keyakinan tersebut bertentangan dengan Islam. Tapi benarkah demikian?
๐ฆ๐๐ธ๐บ๐ฎ ๐๐๐ธ๐ฎ๐ป ๐ง๐ฎ๐ต๐ฎ๐๐๐น, ๐ง๐ฎ๐ฝ๐ถ ๐๐ผ๐ป๐๐ฒ๐ฝ ๐ฅ๐๐ต๐ฎ๐ป๐ถ
Istilah โsukmaโ memang lebih dikenal dalam tradisi Nusantara sebagai sebutan untuk bagian halus dari diri manusia. Namun dalam tinjauan Islam, konsep ini sangat dekat dengan pembahasan tentang ๐ฟ๐๐ต ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐ป๐ฎ๐ณ๐, dua unsur tak kasat mata yang menjadikan manusia hidup, sadar, dan memiliki kepribadian. Dalam bahasa yang lebih teknis, โsukmaโ dapat dimaknai sebagai ๐บ๐ฎ๐ป๐ถ๐ณ๐ฒ๐๐๐ฎ๐๐ถ ๐ธ๐ฒ๐๐ฎ๐ฑ๐ฎ๐ฟ๐ฎ๐ป ๐ฟ๐๐ต๐ฎ๐ป๐ถ, bagian dari ruh yang dapat keluar sebagian pada kondisi tidur, mimpi, trance, atau ketika seseorang mengalami gangguan spiritual.
Dalam riwayat yang masyhur dari Ibnu Abbas, dijelaskan:
ูู ุฌูู ุงูุงูุณุงู ููุณ ูุฑูุญ ุจูููู ุง ู ุซู ุดุนุงุน ุงูุดู ุณ, ููุชููู ุงููู ุงูููุณ ูู ู ูุงู ู ููุฏุน ุงูุฑูุญ ูู ุฌููู ุชุชููุจ ูุชุนูุด ูุฅู ุฃุฑุงุฏ ุงููู ุฃู ููุจุถู ูุจุถ ุงูุฑูุญ ูู ุงุช ูุฅู ุฃุฎุฑ ุฃุฌูู ุฑุฏ ุงูููุณ ุงูู ู ูุงููุง ูู ุฌููู.
โDi dalam tubuh manusia terdapat nafs dan ruh. Keduanya seperti sinar matahari. Allah mewafatkan nafs saat tidur dan membiarkan ruh tetap hidup. Jika Allah mencabut ruh itu, maka manusia mati. Jika Allah menangguhkan ajalnya, maka nafs dikembalikan ke dalam tubuh.โ(HR. Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Jarir Ath-Thabari)
Pernyataan ini memperlihatkan bahwa ruh memiliki aspek parsial, bisa keluar sebagian tanpa menyebabkan kematian. Inilah yang oleh sebagian ulama disebut sebagai โal-ruh al-munbasithโ, dan secara kultural dikenal sebagai sukma.
๐ฆ๐ถ๐ธ๐ฎ๐ฝ ๐ฆ๐ธ๐ฒ๐ฝ๐๐ถ๐: ๐ ๐ฎ๐๐ฎ๐น๐ฎ๐ต ๐๐ฒ๐ถ๐น๐บ๐๐ฎ๐ป ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐๐ผ๐ป๐๐ถ๐๐๐ฒ๐ป๐๐ถ
Sayangnya, sebagian praktisi ruqyah terjebak pada penolakan sepihak terhadap fenomena gangguan sukma. Mereka menuntut dalil eksplisit yang menyebut kata โsukmaโ dalam Al-Qurโan atau hadits, lalu menjatuhkan vonis sesat terhadap orang yang mempercayainya.
Padahal, jika konsistensi logika digunakan, sikap tersebut justru mencerminkan ketidakkonsistenan ilmiah. Mengapa? Karena mereka mengakui adanya kesurupan yang disebabkan oleh jin, yang tidak kasat mata, tapi pada saat yang sama menolak gangguan sukma yang juga bersifat non-fisik. Jika mereka menolak sukma karena tidak disebut dalam nas secara eksplisit, maka kesurupan pun seharusnya mereka tolak, sebab istilah โkesurupanโ tidak secara literal disebut dalam Al-Qurโan atau hadits, melainkan dijelaskan secara kontekstual dalam ayat seperti:
ุงูููุฐูููู ููุฃูููููููู ุงูุฑููุจูุง ูุง ูููููู ูููู ุฅููุง ููู ูุง ูููููู ู ุงูููุฐูู ููุชูุฎูุจููุทููู ุงูุดููููุทูุงูู ู ููู ุงููู ูุณูู
โOrang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan setan karena tekanan penyakit gila.โ(QS. Al-Baqarah: 275)
Ayat ini justru menjadi dalil utama bahwa jin bisa memengaruhi kondisi kesadaran manusia, termasuk dalam bentuk trance, amnesia, hingga gangguan persepsi. Maka wajar bila dalam cabang gangguan spiritual, ada bentuk-bentuk pengaruh halus seperti gangguan terhadap sukma.
๐๐๐ข๐ญ๐๐ง ๐๐ฎ๐ค๐ฆ๐ ๐๐๐ง๐ ๐๐ง ๐๐๐ง๐ ๐ ๐ฎ๐๐ง ๐๐๐ข๐
Fenomena gangguan sihir, jin keturunan, bahkan pengaruh tumbal dan santet, sering kali berhubungan erat dengan kondisi sukma seseorang. Berdasarkan pengalaman para praktisi ruqyah di lapangan, hampir semua kasus gangguan gaib memiliki keterkaitan langsung dengan kondisi sukma. Ketika sukma lemah, tidak terintegrasi dengan spiritualitas yang kokoh, maka celah masuk bagi gangguan jin terbuka lebar.
Inilah sebabnya para dukun dan penyihir selalu mencari media penghubung dengan korban berupa rambut, kuku, potongan pakaian, atau darah. Media ini dalam ilmu sihir disebut sebagai โuqdahโsebuah ikatan ruhani antara benda jasmani dan sukma pemiliknya. Rasulullah ๏ทบ sendiri pernah disihir dengan menggunakan rambut beliau sebanyak sebelas helai, yang kemudian disimpan dalam sisir oleh Labid bin al-Aโsham, seorang penyihir Yahudi.
Fakta ini menunjukkan bahwa pengaruh sihir bisa bekerja melalui bagian dari diri manusia yang berhubungan erat dengan ruhnyaโyakni sukma. Maka, mengingkari peran sukma sama saja dengan menolak fakta sejarah sihir terhadap Nabi ๏ทบ.
Untuk memahami konsep ini secara sederhana, manusia bisa dianalogikan seperti mobil:
- Jasad adalah kerangka mobil.
- Ruh adalah mesinnya yang menghidupkan.
- Sukma adalah bahan bakar atau aliran listrik yang menyalakan sistem kesadaran.
Ketika sukma tidak seimbang atau terpisah dari ruh secara tidak wajar, maka kesadaran manusia menjadi terganggu. Ia bisa mengalami mimpi aneh, tidak mengenali dirinya, bicara sendiri, bahkan merespons energi dari dimensi lain. Hal ini sangat berbeda dengan gangguan kejiwaan murni yang hanya melibatkan kerusakan sistem saraf atau trauma psikologis meskipun terkadang gejala-gejalanya sama dan mirip.
Dalam dunia psikologi Barat, memang dikenal istilah seperti ๐๐ด๐ผ ๐ฆ๐๐ฎ๐๐ฒ, ๐ฃ๐ฎ๐ฟ๐, ๐๐ป๐๐ฟ๐ผ๐ท๐ฒ๐ฐ๐, ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐๐น๐๐ฒ๐ฟ, yang menggambarkan bagian kepribadian manusia. Namun semua istilah ini berhenti pada ๐ธ๐ผ๐ป๐๐ฒ๐ฝ ๐ธ๐ผ๐ด๐ป๐ถ๐๐ถ๐ณ ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐ป๐ฒ๐๐ฟ๐ผ๐น๐ผ๐ด๐ถ๐, tanpa menyentuh dimensi ruh. Inilah batas epistemologi antara sains Barat dan spiritualitas Islam. Islam tidak membatasi realitas pada yang empiris semata, tapi membuka ruang bagi hal-hal ๐ด๐ต๐ฎ๐๐ฏ๐ถ๐๐๐ฎ๐ต (tak kasat mata) sebagaimana diakui oleh akidah Ahlus Sunnah.
๐๐๐ธ๐ฎ๐ป ๐๐ต๐๐ฟ๐ฎ๐ณ๐ฎ๐, ๐ง๐ฎ๐ฝ๐ถ ๐ฃ๐ฟ๐ผ๐ฑ๐๐ธ ๐จ๐น๐ฎ๐บ๐ฎ
Sebutan sukma mungkin tidak populer dalam literatur Arab klasik, tapi konsepnya dibahas dengan istilah yang berbeda. Syaikh Izzuddin bin Abdissalam, seorang ulama besar, menyebut istilah ๐ฟ๐๐ต ๐ต๐ฎ๐๐ฎ๐ต dan ๐ฟ๐๐ต ๐๐ฎ๐พ๐ฑ๐๐ฎ๐ต. Ibnu Mandah bahkan menjelaskan bahwa ruh bisa โmenjulurโ saat manusia tidur dan kembali lagi ke tubuhnya saat bangun. Jika tidak kembali, maka ia mati.
Fenomena ini juga diterangkan dalam hadits Nabi ๏ทบ yang menyatakan bahwa mimpi adalah pertemuan ruh manusia dengan alam malakut, dan sebagian mimpi adalah dari Allah. Maka, fenomena sukma yang mengembara saat mimpi atau dalam gangguan sihir adalah hal yang sah menurut Islam, bukan khayalan atau rekaan budaya lokal.
Fenomena gangguan sukma tidak bisa disederhanakan hanya dalam kerangka psikiatri atau neurologi. Sebaliknya, ia perlu dipahami sebagai kompleksitas interaksi antara jasad, ruh, dan realitas gaib, sebagaimana dijelaskan dalam literatur Islam klasik. Menolak eksistensi sukma sama dengan menolak peran ruh, dan akhirnya bisa mengarah pada pengingkaran dimensi ruhani dalam Islam.
Bagi para praktisi ruqyah, sudah saatnya menanggalkan sikap dogmatis terhadap satu bentuk gangguan saja, dan tidak mudah menghakimi sesama praktisi dengan tuduhan-tuduhan tak berdasar. Jika para ulama salaf saja bersedia menjelaskan fenomena ini secara rinci, maka mengapa kita hari ini begitu sempit dalam memandang?
Menghormati realitas sukma adalah bentuk penghormatan terhadap keluasan ilmu Islam, dan bentuk tanggung jawab terhadap penyembuhan umat secara menyeluruhโlahir dan batin.
Leave a Reply